Dipanggil untuk Melayani, Bukan untuk Dikenal

 

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang

Markus 10:45

Beberapa tahun lalu, saya mendapat kesempatan melayani di sebuah acara amal berskala besar. Ribuan orang hadir. Para pejabat, tokoh masyarakat, bahkan selebritas turut meramaikan. Semua terlihat begitu megah dan penuh sorotan.

Saat pembagian tugas, saya ditempatkan di bagian pengadaan. Terus terang, hati saya sempat sedikit kecewa. Sebagian besar teman saya bertugas di bagian depan: menyambut tamu, menjadi MC, atau tampil di panggung. Sementara saya harus berada di belakang layer, memastikan persediaan makanan dan minuman cukup, memeriksa kebersihan toilet, mengangkat kotak-kotak berat, dan membereskan peralatan.

Tugas saya sama sekali tidak “terlihat”. Tidak ada kamera yang mengabadikan berapa kali saya mondar-mandir membawa barang. Tidak ada tepuk tangan untuk berapa kali saya membersihkan lantai yang kotor.

Sesekali, dari kejauhan, saya mendengar riuh tepuk tangan dari panggung utama. Orang-orang berfoto bersama tokoh terkenal, sorak-sorai memenuhi ruangan. Dalam hati, muncul keinginan untuk diakui. Saya berpikir, “Kalau saja saya di depan, orang akan tahu bahwa saya juga berkontribusi.”

Namun, menjelang akhir acara, sebuah momen sederhana mengubah cara pandang saya. Saat sedang menyapu sisa-sisa makanan di area makan, saya melihat seorang ibu tua kesulitan membawa nampan berisi dua gelas minuman. Tanpa berpikir panjang, saya menghampiri, mengambil nampan itu, dan membantunya hingga sampai di meja.

Ibu itu menatap saya dengan senyum tulus dan berkata, “Terima kasih banyak, Nak. Kamu baik sekali. Tuhan Yesus memberkatimu.” Entah mengapa, ucapan sederhana itu terasa begitu dalam. Ada “klik” di hati saya. Senyum tulus ibu itu dan kata-kata berkatnya terasa jauh lebih berharga daripada tepuk tangan ribuan orang atau sorotan kamera.

Saya teringat firman Tuhan dalam Markus 10:45: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”  Yesus, Raja di atas segala raja, memilih jalan kesederhanaan. Dia tidak mencari panggung atau pujian, melainkan kesempatan untuk memberi, menolong, dan mengasihi — bahkan sampai menyerahkan nyawa-Nya.

Sejak hari itu, saya belajar bahwa nilai sejati pelayanan tidak diukur dari seberapa banyak orang mengenal kita, melainkan dari seberapa tulus kita memberi diri dan berapa banyak hati yang kita sentuh. Sering kali, pekerjaan yang tak terlihat justru meninggalkan dampak yang paling mendalam.

Sahabat terkasih, mari kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita melayani untuk dilihat orang, atau karena hati yang terpanggil untuk memberi, seperti Yesus teladankan? Temukanlah sukacita sejati dalam melayani, bahkan melalui hal-hal kecil yang mungkin tidak diketahui siapa pun, kecuali kita dan Tuhan.

 


Sumber:

  • Dipanggil Untuk Melayani, Bukan Untuk Dikenal oleh Ev. Yogo Ismanto, S.E., S.Th., M.Th

  • Youtube GSRI TOMANG:

https://youtu.be/UUN13LD_-9k?si=4FXqWVENLDdSk2yb

  • Web GSRI TOMANG: https://www.gsrit.id/

Penyusun: 

Shinta Lestari Zendrato, S.Th

Komentar

Postingan Populer