KETIKA ORANG TERDEKAT BERHIANAT (2 SAMUEL 15:12)
Dalam
hidup ini, luka yang paling dalam bukan berasal dari musuh, melainkan dari
orang yang dekat dengan kita seperti sahabat, keluarga, bahkan rekan pelayanan.
Kita bisa menanggung banyak hal dari orang asing, tetapi pengkhianatan dari
orang dekat dapat mengguncang iman dan hati. Inilah yang dialami Daud ketika
anaknya sendiri, Absalom, berkonspirasi untuk merebut tahtanya. Lebih parah
lagi, Ahitofel penasihat pribadi Daud yang begitu dihormati ikut dalam rencana
kudeta itu.
Absalom
adalah anak kandung Daud yang merebut hati rakyat dengan tipu daya (2 Samuel
15:1–6). Sedangkan Ahitofel adalah penasihat yang sangat dihormati Daud (lihat
2 Samuel 16:23), tetapi ia berpihak kepada Absalom. Absalom dengan licik
membangun kekuatan dan memanfaatkan ritual keagamaan untuk menyamarkan niat
kudetanya. Ia memanggil Ahitofel untuk memperkuat legitimasi dan strategi
pemberontakannya.
Di sini kita melihat bahwa dua orang terdekat Daud telah
berkhianat kepadanya. Ini bukan hanya soal takhta, tetapi tentang pengkhianatan
dari orang yang ia percayai dan kasihi. Dalam Mazmur 55:13–15, Daud mencurahkan
isi hatinya tentang pengkhianatan sahabat: “Kalau musuh yang mencela aku...
tetapi engkau, orang yang dekat padaku... kami yang bersama-sama pergi ke rumah
Allah!”
Pengkhianatan
bukanlah hal baru. Daud mengalaminya, begitu pula kita mungkin mengalaminya.
Kita tidak bisa menghindari luka dalam hubungan, baik dalam keluarga,
pertemanan, maupun pelayanan. Namun, kita bisa memilih respons yang benar. Yesus
juga pernah mengalami pengkhianatan dari orang yang paling dekat — Yudas
Iskariot, murid-Nya sendiri, orang yang setiap hari duduk makan bersama-Nya.
Dalam Yohanes 13:18 Yesus berkata, “Ia yang makan roti-Ku telah mengangkat
tumitnya terhadap Aku.”
Kristus
sangat mengerti rasa dikhianati. Namun, Ia tetap mengasihi dan menjalankan
rencana Allah dengan taat, sampai mati di kayu salib. Pengkhianatan tidak
menghentikan rencana Allah, justru menggenapinya. Demikian pula dalam hidup
kita, Tuhan dapat memakai rasa sakit itu untuk membentuk hati kita dan
menunjukkan kasih-Nya yang lebih dalam.
Tiga
Hal yang Perlu Diingat
Ketika
orang dekat mengkhianati kita, mungkin kita merasa sendirian, ditinggalkan,
bahkan hancur. Namun, ingatlah:
- Daud mengalaminya, dan Yesus pun
demikian.
- Kita tidak sendiri.
Tuhan melihat, memahami, dan tetap memegang kendali atas hidup kita.
- Jangan biarkan luka mengeraskan hati.
Tetaplah percaya pada keadilan dan pemeliharaan Tuhan.
Jika
hari ini kita sedang terluka karena pengkhianatan, datanglah kepada Tuhan.
Biarkan Dia yang menyembuhkan dan membela kita. Seperti Daud yang tidak
membalas Absalom dan Ahitofel, demikian pula kita dipanggil untuk berjalan
dalam kasih dan pengampunan. Pengkhianatan memang menyakitkan, tetapi bukan
akhir dari segalanya. Tuhan dapat mengubah luka menjadi pelajaran, air mata
menjadi kekuatan, dan pengkhianatan menjadi bagian dari rencana indah-Nya.
TETAPLAH
PERCAYA, SEBAB ALLAH TIDAK PERNAH BERKHIANAT IA SETIA SAMPAI AKHIR.
Sumber
- Ketika Orang Terdekat Berhianat oleh Sdri. Jelia Frisda Purba
- Youtube GSRI TOMANG: https://youtube.com/@gsritomang?si=btCy8bEfsgThoLOU
- Web GSRI TOMANG: https://www.gsrit.id/
Penyusun:
Shinta Lestari Zendrato, S.Th
.png)

Komentar
Posting Komentar