IMAN, POKOKNYA SAYA PERCAYA (IBRANI 11:3)
Banyak orang beranggapan bahwa
iman berarti “pokoknya percaya saja”. Mereka percaya kepada Tuhan, tetapi
sering kali tidak benar-benar memahami siapa yang mereka percayai. Ada yang
mengatakan bahwa iman seperti melompat ke dalam kegelapan, sebuah tindakan
percaya tanpa tahu dan tanpa mengerti apa atau siapa yang menjadi objek
kepercayaannya. Namun, pandangan seperti ini perlu dikaji ulang. Sebab, iman
yang sejati tidak pernah bersifat buta. Iman bukan sekadar keyakinan kosong
tanpa dasar, melainkan kepercayaan yang lahir dari pengenalan akan Allah yang
hidup.
Penulis surat Ibrani menjelaskan bahwa iman bukanlah
sekadar perasaan atau keyakinan tanpa arah. Iman adalah sarana untuk mengerti, melalui
iman kita memahami bahwa alam semesta dijadikan oleh firman Allah. Dengan kata
lain, iman menuntun kita kepada pengetahuan rohani yang benar tentang Allah dan
karya-Nya. Iman membuat kita mampu melihat hal-hal yang tidak kasat mata dan
mengakui keberadaan serta kuasa Allah yang menciptakan segalanya dari yang
tidak ada menjadi ada.
Jika iman hanya diartikan sebagai “pokoknya
percaya”, maka kita menjadi orang yang tidak bertanggung jawab atas hidup dan
masa depan kita. Kita percaya tanpa tahu kepada siapa kita mempercayakan hidup
kita. Namun, iman dalam kekristenan tidak seperti itu. Alkitab mengajarkan
bahwa Allah sendirilah yang menanamkan iman dalam hati manusia agar kita dapat
mengenal Dia. Melalui iman, kita bukan hanya percaya bahwa Allah ada, tetapi
juga mengerti siapa Dia, apa yang Ia lakukan, dan bagaimana kita harus
menanggapi-Nya.
Yakobus 2:19 mengatakan bahwa bahkan iblis pun
percaya kepada Allah, tetapi mereka tidak taat kepada-Nya. Ini menunjukkan
bahwa iman bukan sekadar pengakuan bahwa Allah ada. Iman sejati selalu disertai
ketaatan. Contohnya, dalam Matius 8:29, roh-roh jahat berteriak, “Apa urusan-Mu
dengan kami, hai Anak Allah?” Mereka tahu siapa Yesus, tetapi mereka tidak
tunduk kepada-Nya. Jadi, iman bukan sekadar pengetahuan tentang Allah.
Dari
kebenaran firman Tuhan, kita dapat memahami bahwa iman sejati memiliki tiga
unsur utama:
- Percaya kepada Allah
Iman
dimulai dari keyakinan bahwa Allah benar-benar ada dan berkuasa atas hidup
kita.
- Mengerti dan mengenal Allah melalui
firman-Nya
Iman
tidak berdiri di atas perasaan, tetapi di atas pengetahuan yang benar tentang
Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Alkitab.
- Melakukan firman Tuhan
Iman
sejati menghasilkan tindakan. Iman bukan hanya percaya dan tahu, tetapi juga
taat. Inilah hal yang tidak dapat dilakukan oleh iblis — mereka tahu, tetapi
tidak taat.
Ibrani
11:3 menegaskan bahwa karena iman, kita mengerti bahwa alam semesta
dijadikan oleh firman Allah. Dengan kata lain, iman menuntun kita untuk
berpikir, memahami, dan kemudian bertindak berdasarkan kebenaran itu.
Iman
bukan melompat ke dalam kegelapan, tetapi berjalan dalam terang firman Tuhan. Iman
bukan sekadar “pokoknya percaya”, tetapi percaya, mengerti, dan melakukan.
Saudara-saudara, iman
sejati bukanlah kepercayaan buta. Iman adalah kepercayaan yang didasarkan pada
pengenalan akan Allah melalui firman-Nya. Iman bukan hanya percaya, tetapi juga
memahami siapa Allah. Iman bukan hanya tahu, tetapi juga melakukan
kehendak-Nya.
Melalui iman, kita
mengenal Allah sebagai Pencipta, Penebus, dan Penopang hidup kita. Karena itu,
marilah kita tidak hanya berkata, “Pokoknya saya percaya,” tetapi berkata
dengan penuh pengertian dan ketaatan, “Saya percaya karena saya mengenal dan
melakukan firman-Nya.”
Sumber
- Iman, Pokoknya Saya Percaya oleh Yogo Ismanto, S.E., S.Th., M.Th
- Youtube GSRI TOMANG: https://youtu.be/UtG8W0Ju6Ac?si=QXk1MAMJsh1O70en
- Web GSRI TOMANG: https://www.gsrit.id/
Penyusun:
Shinta Lestari Zendrato, S.Th
.png)

Komentar
Posting Komentar