PAY LATER ATAU TUNGGU TUHAN? (AMSAL 19:21)
Kita
hidup di zaman yang serba instan. Hampir semua hal bisa didapat dengan cepat,
termasuk melalui fitur belanja “Pay Later” — barang langsung diterima, tetapi
pembayarannya belakangan. Praktis? Ya. Aman? Belum tentu. Sering kali,
kemudahan itu justru berakhir dengan tagihan yang menumpuk dan hati yang
gelisah.
Mungkin
ada yang bertanya, “Kalau tidak ada uang, apakah Pay Later bisa menjadi
solusi?” Secara pandangan dunia, mungkin terlihat seperti jalan keluar.
Namun, secara iman, itu sering kali hanyalah jalan instan yang menunda masalah
dan menambah beban.
Banyak
orang mengambil Pay Later untuk barang yang sebenarnya tidak mendesak. Awalnya
terasa menyenangkan karena barang langsung didapat, tetapi bulan berikutnya ia
kewalahan membayar. Begitu pula dalam kehidupan: jalan cepat sering memuaskan
sesaat, tetapi dapat membawa beban yang panjang. Sebaliknya, orang yang
menunggu waktu Tuhan mungkin harus bersabar, tetapi hasilnya selalu membawa damai
sejahtera.
Tuhan
mengajarkan kita untuk hidup dengan rasa cukup (Filipi 4:12) dan percaya
bahwa Ia akan mencukupkan segala kebutuhan kita tepat pada waktunya (Filipi
4:19). Jadi, ketika kita tidak memiliki cukup uang, solusi terbaik bukanlah
memaksakan diri berutang, melainkan belajar bersabar, mengatur apa yang ada,
dan menunggu pertolongan Tuhan. Kitab Amsal ditulis untuk menuntun umat agar
hidup bijak dan takut akan Tuhan. Dalam Amsal 19:21, Salomo berkata: “Banyaklah
rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” Ayat
ini mengingatkan bahwa menunggu waktu Tuhan jauh lebih aman dan indah daripada
memaksakan jalan pintas yang terlihat praktis tetapi bisa membawa masalah baru.
Belajarlah
membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Jangan tergoda oleh jalan instan yang justru menjerat kita dalam utang dan
kekhawatiran. Latih hati untuk puas dengan apa yang Tuhan sediakan hari ini,
sambil percaya bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita. Firman Tuhan
berkata: “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah
bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5). Percaya kepada
Tuhan berarti bukan mengandalkan sistem dunia atau solusi instan, tetapi menyerahkan
hati sepenuhnya kepada-Nya. Ini menolak sikap “aku bisa atasi sendiri dengan
Pay Later.”
Kata
“dengan segenap hatimu” menunjukkan totalitas kepercayaan bukan setengah hati. Artinya,
dalam keputusan keuangan, pekerjaan, bahkan masa depan, kita harus melibatkan
Tuhan, bukan hanya saat keadaan mendesak. Sedangkan kalimat “jangan bersandar
pada pengertianmu sendiri” menegaskan bahwa logika manusia terbatas. Pay Later
mungkin tampak praktis, tetapi bisa menjadi jebakan.
Tuhan mengingatkan agar kita tidak hanya mengandalkan perhitungan sendiri,
melainkan mencari hikmat-Nya.
Yesus
sendiri menolak “jalan pintas” ketika dicobai iblis di padang gurun.
Ia tidak mengubah batu menjadi roti demi kepuasan instan, tetapi menunggu pada
penyediaan Bapa. Yesus juga sabar menanti rencana Allah hingga tergenapi di
kayu salib. Dari teladan-Nya kita belajar bahwa lebih baik menunggu janji Bapa
daripada memaksakan jalan instan yang membawa beban.
Hidup
ini bukan tentang seberapa cepat kita mendapatkan sesuatu, melainkan tentang seberapa
setia kita menanti dan percaya kepada Tuhan.
Dunia berkata: “Ambil sekarang, bayar nanti.” Tetapi Tuhan berkata: “Tunggulah
Aku, pada waktu-Ku Aku akan mencukupkan engkau.” Mari kita belajar untuk menunggu
Tuhan, sebab janji-Nya selalu datang tepat pada waktunya.
KESABARAN MENUNGGU WAKTU TUHAN LEBIH BERHARGA DARIPADA KEPUASAN SESAAT YANG BERUJUNG PENYESALAN.
Sumber
- Pay Later Atau Tunggu Tuhan? oleh Ev. Shinta Lestari Zendrato, S.Th
- Youtube GSRI TOMANG: https://youtu.be/UtG8W0Ju6Ac?si=QXk1MAMJsh1O70en
- Web GSRI TOMANG: https://www.gsrit.id/
Penyusun:
Shinta Lestari Zendrato, S.Th
.png)

Komentar
Posting Komentar